Minggu, 23 Mei 2010

Dilema Dunia Islam

Dunia Islam telah terjebak dalam sebuah dilema antara pandangan al-Qur’an terhadap dirinya dengan kenyataan yang sedang menimpanya. Terdapat rentang kesenjangan yang teramat jauh antara fatwa al-Qur’an tentang sifat ummat Islam dengan realitas dunia yang sedang berbicara tentang diri ummat ini. Di satu sisi, ummat Islam telah dipuji oleh al-Qur’an sebagai generasi terbaik (khairu ummah), atau ummat pertengahan yang adil dan pilihan (ummah wasathah). Allah juga telah memastikan bahwa agama yang diridhoi di sisi-Nya hanyalah Islam.

“Engkau adalah generasi terbaik yang pernah dilahirkan dalam sejarah peradaban manusia, mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar, dan beriman kepada Allah…” (QS Ali Imran 3 : 110)
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…..” (QS al-Baqarah : 143)
Bahkan, Allah telah memberikan ancaman keras bagi setiap orang yang tidak menjadikan Islam sebagai pilihan hidupnya.
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran : 85)
Tetapi, kenyataan hidup ummat Islam mengambil bentuk yang berbeda dari penegasan al-Qur’an tersebut. Dunia Islam tidak lagi menjadi “masyarakat terbaik” dalam sejarah kehidupan manusia. Fakta kehidupan ini menunjukkan ummat Islam menjadi ummat yang terbelakang dalam segala hal. Angka kemiskinan yang terbesar, angka buta huruf yang paling parah, angka kematian yang tinggi, resiko kelahiran yang rawan, kualitas pendidikan yang rendah menjadi daftar keterbelakangan ummat sehingga tidak lagi layak menyandang gelar sebagai ummat yang terbaik. Bahkan sekedar untuk mempelajari agamanya sendiri, sebagian di antara ummat Islam harus pergi berguru ke universitas-universitas Barat dan meremehkan referensi-referensi klasik yang ada didekatnya. Tidak lagi kita temukan fakta kejayaan seperti yang pernah terungkap dalam awal perjalanan sejarah ummat ini sejak masa Nabi di Madinah sampai dengan runtuhnya khilafah Islamiyah di Turki. Tidak lagi kita temukan figur-figur menyejarah seperti Abu Bakar yang bijaksana, Umar yang adil, Ibnu Sina yang jenius, al-Ghazali yang shaleh, Shalahuddin yang pemberani atau Ibnu Khaldun yang tersohor. Dunia Islam hanya menyisakan pemimpin yang dzalim, intelektual yang culas dan orang-orang shaleh yang lemah. Terhadap semua keterbelakangan itu, Syaikh Amjad az-Zahawi berpesan “Dunia Islam kini sedang terbakar. Setiap muslim berkewajiban segera menyiramkan air walaupun sedikit untuk memadamkan api yang bisa dipadamkan tanpa menunggu orang lain.”
Dunia Islam harus bangkit. Walaupun jarak antara awal kebangkitan dengan detik-detik kemenangan itu teramat jauh, tetapi “bangkit” menjadi satu-satunya pilihan untuk membebaskan dunia ini dari degradasi moral-akhlak sebagai efek modernisasi yang dicanangkan dunia Barat. Cerita AIDS, kenakalan remaja, keluarga yang retak dan penyakit-penyakit sosial lainnya harus segera digantikan dengan cerita yang penuh keindahan dan kedamaian. Dan harapan satu-satunya hanyalah Islam, namun seluruh asset ummat ini untuk kembali bangkit telah terkuras habis kecuali satu. Itulah pemuda.
Bukan sembarang pemuda yang dapat menjadi generasi pembebas. Dunia ini membutuhkan pemuda semacam Thariq bin Ziyad atau Muhammad al-Fatih yang mampu menggabungkan keshalihan seorang hamba, kejeniusan seorang panglima, keramahan seorang sahabat dan kecerdasan seorang intelektual. Dunia modern menyebutnya sebagai pemuda yang berkarakter kuat dan sempurna.
Itulah pribadi-pribadi istimewa yang mampu memadukan kecerdasan intelektualitas dengan kecerdasan ruhaniah. Kekuatan IQ, EQ dan SQ menyatu dalam wadah tubuh yang sehat. Karena itu, pola pendidikan yang cenderung mementingkan aspek intelektualitas perlu didampingi oleh pola pendidikan yang mengasah aspek ruhaninya. Dengan demikian, manusia yang memiliki imtaq dan iptek yang memadai tidak akan sekedar menjadi retorika pembangunan.

0 komentar:

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP