Rabu, 12 Mei 2010

Kebijakan Nuklir Iran

Kekhawatiran akan terganggunya stabilitas kawasan Timur Tengah merupakan faktor utama kenapa Amerika Serikat berkeras menuntut Iran mengakhiri program nuklirnya. Ini pula alasan kenapa negara adidaya itu secara konsisten mendukung Israel, negara sekutu yang terbukti mampu menjaga stabilitas yang menguntungkan AS. Negara-negara lain di kawasan itu berhasil dibuat tetap tergantung dan lemah. Ini adalah kondisi geopolitik yang menjamin harga minyak yang murah dan stabil, hal yang luar biasa penting bagi AS.

Meski belum dapat dipastikan, besar kemungkinan Iran memang tengah berusaha memiliki kemampuan senjata nuklir. Dengan senjata nuklir di tangan, Iran bakal memiliki kemampuan lebih besar dalam melindungi diri dari ancaman asing. Senjata pemusnah massal itu juga dapat menunjang Iran memantapkan kekuatan regionalnya. Namun, di lain pihak, perkembangan itu juga bisa dianggap sebagai ancaman yang membahayakan kepentingan Amerika Serikat (AS) dan Israel.
Iran sendiri memiliki cukup alasan dan dasar legal yang dapat membenarkan langkahnya mengembangkan kemampuan senjata nuklir. Status sebagai negara nuklir akan melindungi Iran dari AS, yang mencapnya sebagai negara setan (evil state), yang pemerintahnya harus diganti. Status Iran sebagai negara berkemampuan nuklir juga akan mengakhiri pengendalian geopolitik Israel atas negara-negara Timur Tengah.
Dimilikinya senjata nuklir akan melindungi rezim yang kini berkuasa di Iran sekaligus memudarkan harapan AS soal kemungkinan terjadinya pergantian rezim di Teheran. Hal ini juga akan memberi Iran kesempatan memperluas pengaruhnya di kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah tanpa perlu khawatir akan kemungkinan diserang AS atau Israel.
Di satu sisi, kemampuan senjata nuklir memang dapat melindungi berbagai kepentingan negara Iran. Akan tetapi, sebaliknya, akan merugikan kepentingan-kepentingan AS maupun Israel. Iran yang bersenjata nuklir akan membuat AS berpikir seribu kali jika berniat memaksakan kehendak menumbangkan pemerintahan di Teheran. Sebab, jika sampai tersudut, para pemimpin Iran bukan tidak mungkin menggunakan senjata nuklir sebagai pilihan terakhir agar tetap bisa bertahan. Kemungkinan ini membuat AS akan bersikap ekstra hati-hati dalam merumuskan kebijakan yang terkait dengan Iran.
Dengan dukungan AS, Israel telah berhasil membuat negara- negara Timur Tengah tetap lemah dan terpecah belah. Namun, Iran yang memiliki senjata nuklir akan menggerogoti kemampuan Israel dalam memberi respons militer terhadap dukungan Iran pada kekuatan- kekuatan yang menggoyahkan negara Yahudi itu. Israel juga bakal tak berdaya menghadapi berbagai aksi itu yang meningkatkan kekuatan regional Iran.
Adanya potensi besar Iran dalam usaha meraih kemampuan senjata nuklir, baik AS maupun Israel akan perlu mengambil langkah-langkah untuk mengamankan kepentingan-kepentingan regional mereka dengan mengorbankan Iran sendiri. Karena Iran memiliki jajaran militer yang dikenal tangguh, Israel diperkirakan akan memilih menyandarkan diri pada AS dalam usaha melemahkan republik Islam itu. Dengan menempatkan diri di pinggiran sementara Washington menghadapi Iran, Israel meminimalkan kemungkinan dirinya dijadikan sasaran pembalasan Iran.
Sadar akan berbagai keterbatasan ini, Washington memilih berusaha membawa isu nuklir Iran ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB), di mana AS dapat mengancam Iran dengan sanksi ekonomi dan memaksa negara itu menuruti tekanan internasional.
Namun, untuk itu, AS membutuhkan dukungan dari Perancis, Jerman, dan Inggris. AS harus bisa meyakinkan tiga besar Uni Eropa itu untuk bergabung dalam usaha mengintimidasi Iran dengan sanksi hukuman. Inilah jalan yang kini tengah ditempuh Gedung Putih.
Jika Iran memiliki senjata nuklir, negara itu akan menimbulkan bahaya besar bagi stabilitas kawasan. Sampai saat ini, satu-satunya negara adikuasa sejati di Timur Tengah adalah Israel, yang dengan kekuatan ekonomi dan militernya mampu membuat negara-negara lain di kawasan itu tetap lemah dan terpecah belah. Iran yang bersenjata nuklir akan menciptakan sebuah pusat kekuatan baru, yang dapat menekan supremasi Israel.
Pudarnya kekuatan Israel sekaligus juga berarti meningkatnya kekuatan negara-negara lain di Timur Tengah. Akibatnya, Israel tak akan bisa lagi melancarkan serangan hukuman terhadap negara-negara sekitarnya, seperti yang sudah dilakukan terhadap Suriah. Pasalnya, serangan macam itu akan mudah mengundang serangan pembalasan dari Iran, atau setidaknya mendorong Iran untuk memberi bantuan kepada negara-negara atau organisasi-organisasi yang anti-Israel.
Jika Israel coba-coba melakukan tindakan militer secara sepihak, di luar kerja sama dengan AS, ia akan menghadapi pembalasan keras dari Iran. Dalam beberapa pekan terakhir Pemerintah Iran berulang kali melansir ancaman akan melakukan pembalasan yang keras apabila Israel sampai menyerang. Memudarnya kedigdayaan Israel, yang dibarengi dengan meningkatnya kekuatan negara- negara lain di Timur Tengah, dapat melahirkan sistem kekuatan regional yang multipolar di kawasan itu. Negara-negara saling bersaing satu sama lain dalam perimbangan kekuatan regional.
Namun, kompetisi ini akan mengancam stabilitas regional, yang selanjutnya juga bakal mengancam kelancaran pasokan minyak dunia, perkembangan yang dapat mengakibatkan meroketnya harga. Perekonomian negara-negara yang sangat tergantung pada minyak, termasuk AS dan negara-negara Eropa, pasti akan terganggu jika hal ini benar-benar jadi kenyataan.
Ketakutan pada instabilitas kawasan inilah yang menjadi faktor utama kenapa Amerika Serikat secara konsisten terus mendukung Israel, yang mampu menjaga perimbangan kekuatan yang menguntungkan dirinya. Negara-negara lain di kawasan itu berhasil dibuat tetap tergantung dan lemah, kondisi geopolitik yang menjamin harga minyak yang murah dan stabil karena rendahnya tingkat pembangunan regional.
Karena Iran dianggap mengancam status quo geopolitik ini, negara-negara Eropa kemudian mempertimbangkan kembali pendekatan AS, dan menunjukkan tanda-tanda akan menerima bagian-bagian tertentu dari tawaran AS itu. Pertimbangan mereka adalah kenapa Washington memanfaatkan peluang itu dan mendesak negara- negara Eropa untuk mengadopsi sikap yang lebih keras terhadap Iran. Jika negara-negara Eropa menyepakati pendekatan AS, hal itu dapat menghambat usaha Iran untuk memiliki senjata nuklir.
Meski berusaha keras untuk bisa memproduksi senjata nuklir, Iran tetap tidak berharap dikucilkan oleh masyarakat internasional. Jika Teheran sampai diancam sanksi ekonomi dan kehilangan hubungan dengan negara-negara Eropa, hal itu kemungkinan akan kontraproduktif pada kepentingan negara Iran. Dengan demikian, kendati perburuan senjata nuklir merupakan tujuan rasional bagi Teheran, hal itu menjadi tidak rasional jika harus mengorbankan tujuan-tujuan lainnya. Teheran telah mengakui posisinya yang sulit ini dan menolak ketika dihadapkan pada ancaman isolasi dari Eropa.
Semua pihak yang terlibat dalam konflik ini masing-masing sudah mengetahui apa saja yang harus dilakukan agar pada akhirnya menjadi pihak yang memenangi diplomasi nuklir ini.

0 komentar:

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP