Rabu, 12 Mei 2010

Terorisme

1. DEFINISI TERORISME
Saat ini kita sangat sulit mendapatkan definisi yang tepat untuk mengambarkan arti terorisme. Pendifinisian-pendifinisian yang banyak dilakukan sangat tergantung dari sudut pandang masing-masing yang memberikan defenisi. Bisa jadi sebuah definisi yang diungkapkan oleh seseorang menjadi kontraduktif yang disampaikan oleh orang lain. Ini adalah isu yang sangat sensitif untuk saat ini. Karena pendifinisian pada akhirnya akan menunjuk pada orang atau kelompok tertentu sebagai pelakunya.

Sementara boleh jadi kelompok tersebut adalah pahlawan bagi kaumnya. Salah satu contoh adalah HAMAS. HAMAS bagi Israel dan Amerika adalah kelompok teroris, namun bagi warga Palestina dan sebagian besar umat Islam yang merindukan kemerdekaan Palestina menganggap HAMAS sebagi organisasi pahlawan yang setia membela hak-hak warga Paestina. Ini adalah bukti betapa sulitnya pendifinisian terorisme. Oleh sebab itu, dalam menjawab pertanyaan tentang definisi terorisme, saya hanya mengutip beberapa definisi terorisme yang diungkapkan oleh beberapa tokoh.
Definisi-definisi terorisme yang akan saya tulis murni merupakan definisi yang diungkapkan oleh tokoh-tokoh, oleh karena itu saya akan senantiasa menyertakannya dengan catatan kaki, agar mudah dicari kebenarannya. Definisi-definisi tersebut adalah sebagai berikut :

A. Definisi terorisme berdasarkan pendekatan perilaku terorisme sebagai hasil pilihan strategis
Pendekatan ini menjelaskan bahwa terorisme merupakan tindakan yang dilakukan guna mengekspresikan strategi politik. Ia merupakan sebuah pilihan yang dianggap paling tepat yang dibuat oleh suatu organisasi karena alasan-alasan politis dan strategis, bukan merupakan akibat yang tidak diharapkan dari faktor-faktor psikologis atau sosial1.
Dari definisi tersebut, kita bisa mendapatkan sedikit gambaran bahwa tindakan terorisme dilakukan atas kesadaran kolektif oleh suatu organisasi.

Tindakan terorismenya murni sebagai strategi pencapaian tujuan politis. Tentu pasti tindakan terorisme merupakan tindakan yang terencana rapi. Dan hanya organisasi politik radikallah yang dipandang sebagai pemeran utama dari terorisme.
Pendekatan pilihan strategis ini mampu memudahkan kita dalam mengidentifikasi sejauh mana aksi terorisme akan dilakukan. Juga mampu kita perhitungkan seberapa besar kerugian yang akan ditimbulkan. Karena ia adalah merupakan strategi politis, maka cendrung aksi-aksi terorisme dilakukan hanya pada saat momentum politis saja. Tidak dilakukan setiap waktu dan di setiap tempat.

B. Definisi terorisme berdasarkan pendekatan perilaku terorisme sebagai hasil tekanan psikologis
Pendekatan ini berpendapat bahwa teroris politik terdorong untuk melakukan tindakan kekerasan sebagai akibat dari dorongan psikologis dan psiko-logika khusus mereka dibangun untuk merasionalisasikan tindakan-tindakan yang secara psikologis terpaksa mereka lawan. Dengan demikian, individu memasuki jalur terorisme guna melaksanakan aksi kekerasan dan logika khusunya yang didasarkan pada psikologi mereka serta tercermin dalam retorika mereka adalah merupakan justifikasi atau pembenaran atas aksi kekerasan mereka2.
Dalam hal ini, kelompok teroris menimbang keberagaman penyebab sampai teroris menemukan satu tujuan yang disepakati bersama, retorika mereka menjadi seragam, yakni melawan. Di antara polarisasi dan kemutlakan terdapat retorika “kita melawan mereka”. Apabila “mereka” merupakan bibit permasalahan kami, maka dalam psiko-logika teroris, “mereka” harus dihancurkan. Ini meupakan hal yang adil dan bermoral yang harus dilakukan. Sekali asumsi dasar diterima, maka penalaran logis menjadi sempurna. Sehingga bisa dikatakan bahwa yang dilakukan oleh teroris adalah produk dari suatu pilihan stretgis yang dicapai scara rasional3.

C. Terorisme dalam pandangan kebanyakan orang
Secara umum terorisme adalah penggunaaan tindak kekerasan secara tidak sah terhadap orang-orang atau harta benda dengan tujuan mengintimidasi atau menekan pemerintah atau masyarakat untuk tujuan sosial politik tertentu. Oleh para pakar, terorisme didifenisikan sebagai pemakaian kekerasan secara sistematis untuk mencapai tujuan politik. Terorisme adalah keseluruhan tindakan kekerasan, penyerangan, dan penyanderaan warga sipil untuk menimbulkan kesan atas suatu negara; sikap menakut-nakuti; pengunaan kekerasan dan intimidasi, terutama untuk tujuan politik; dan kekerasan acak kepada masyarakat sipil untuk menyebarkan ketakutan guna mempengaruhi kebijakan pemerintah4.
Dengan demikian, tindakan tertentu yang tidak disengaja membuat orang ketakutan tidak dinamakan terorisme karena terorisme merupakan suatu tindakan yang sistematis untuk mencapai suatu tujuan. Definisi ini menegaskan akan kekuatan undang-udang atau aturan yang dapat melegalkan kekersan sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai teroris.
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh institusi seperti negara adalah sah. Karena hal itu telah diatur dalam undang-undang. Polisi yan menembak maling adalah sah, karena ada aturannya.

2. PERBEDAAN KONSEP PERANG TERHADAP TERORISME MENURUT BARAT DAN TIMUR KHUSUSNYA UMAT ISLAM
Ada perbedaan yang muncul ketika pernyataan tentang sikap perang terhadap teroris ketika disebutkan oleh barat dan oleh Islam. Sekali lagi ini sangat tergantug sudut pandang mana kita melihatnya, dari posisi moral dan politik kita.

 Menurut Barat
Barat dalam hal ini dikomandai oleh Amerika, sangat gencar mengkampanyekan anti terorisme. Sejak kejadian 11 September, dunia internasional dihantu oleh oleh wacana terorisme. Semua lini kehidupan merasakan pengaruh oleh isu tersebut. Terlebih lagi, lambang kebesaran dunia WTC hancur luluh lantak yang ditabrak oleh pesawat penumpang yang disandera oleh teroris. Ini adalah awal peperangan melawan terorisme.
Diskusi tentang konsep terorisme dan cara memeranginya memenuhi seluruh lini kehidupan kita, baik dibidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Amerika sebagai negara adidaya merasa harus menjadi negara nomor satu yang harus memerangi terorisme. Bahkan presidennya dengan angkuh berujar, bagi negara yang tidak mau bergabung dengan Amerika memerangi teroris, maka negarapun tidak segan-segan akan diperangi dengan tuduhan berkomplot dengan teroris. Dan sebagai tahap awal perang terhadap teroris tersebut adalah dengan mengahancurkan Afghanistan yang diduga sebagai negara tempat bersembunyinya “big bos” teroris, Osama Bin Laden.
Tanda-tanda pernag terhadap teroris inipun semakin marak, di Indonesia tidak sedikit orang-orang yang dicurigai atau yang pernah ke Afghanistan ditangkapi. Mereka dituduh sebagai teroris. Sikap inipun tidak sedikit menuai kecaman oleh masyarkat internasional. Karena penyerangan dan penangkapan seringkal dilakukan tanpa ada data dan fakta yang jelas. Dan seperti inilah konsep perang terhadap teroris yang diterapkan oleh barat. Cara seperti ini sangat memprihatinkan dan memalukan.

 Menurut Islam
Islam tidak pernah mentolerir sikap kekerasan yang tanpa ada penyebabnya. Oeh karena itu, Islam tidak pernah menyukai tindakan kekersan yang sering tejadi terhadap kelompok tertentu, walaupun atas menamakan Islam. Dalam memerangi teroris, Islam tetap memperhatikan data-data yag akurat. Islam tetap memperhatikan aturan-atura, baim aturan Islam maupun atruran negara. Islam tidak pernah ceroboh. Berbeda sekali dengan barat yang gampang main “tembak” saja.

3. KEBIJAKAN YANG SEHARUSNYA DITEMPUH OEH PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENGHADAPI TERORISME
Dalam mengatasi masalah terorisme, pemerintah perlu lebih hati-hati. Keberagaman pola pikir masyarakt Indonesia harus mampu dipahami sebagai keunikan. Dalam artian, masyarakt kita sangat majemuk dalam hal penafsiran. Dalam konteks teroris, perlu mendapatkan penanganan yang sangat hati-hati. Oleh kerena itu, pemerintah perlu melakukan beberapa cara dalam mengatasi terorisme, yaitu :

 Pendekatan kultural.
Pendekatan ini dimaksud agar dalam mengatasi masalah terorisme, di masyarakat kita tidak lahir kecemasan. Karena yang terjadi belakangan ini, masyarakat kita yang mayoritas Islam tidak sedikit yang sudah ditangkap. Dan model penangkapannyapun tidak sedikit yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak manusiawi dan tanpa melanggar aturan hukum. Dan dengan model yang diterapkan peerintah belakangan ini memunculkan stigma bahwa masyarakat Indonesia banyak yang menjadi teroris, dan Islampun adalah teroris. Ini disebabkan proses menetapkan dan menangkap orang yang dicurigai sebagi teroris tidak dilakukan dengan baik dan benar. Ini sangat menyinggung perasaan umat Islam.

 Penguatan diplomasi
Belakangan ini, tingkat kwalitas diplomasi Indonesia sangat lemah dan cendrung diremehkan. Hal ini dibuktikan dengan lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan beberapa tahun yang lalu. Da kasusu yang paling terbaru yakni pmebrian suaka oleh pemerintah Australia kepada warga Papua. Dan pemerintah tidak bisa berbuat banyak dalam hal ini.
Begitu halnya dalam mengatasi permasalahan teroris. Stigma yang muncul adalah bahwa dalammenyelesaikan setiap permasalahn teroris, itu semua adalah merpakan pesanan dari luar. Penangkapan terhadap tokoh-tokoh Islam di Indonesia adalah kemauan negara luar yang dijalankan oleh pemerintah kita. Artinya disini memang kita tidakmemiliki kekuatan diplomasi dalam mencoba mempertahankan daulat negara kita. Ini sangat memprihatinkan.

4. PEMBUATAN TEMA YANG TERKAIT DENGAN TERORISME

MEDIA DAN TERORIS

Media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan kognisi seseorang. Media memberikan informasi dan pengetahuan yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi. Dan penelitian menunjukan bahwa persepsi mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.
Kognisi adalah semua proses yang terjadi di fikiran kita yaitu, melihat, mengamati, mengingat, mempersepsikan sesuatu, membayangkan sesuatu, berfikir, menduga, menilai, mempertimbangkan dan memperkirakan5.
Menurut survey yang dilakukan the Pew Research Center and the Pew Forum on Religion and Public Life, dalam 1 tahun terjadi peningkatan yang signifikan mengenai jumlah orang amerika yang memandang Islam sebagai agama yang memicu kekerasan. Survey dilaksanakan pada bulan maret 2002 dan juli 2003 dengan sample orang amerika dewasa berjumlah 2.002 orang. Hasilnya menunjukan pada tahun 2002, 25% dari mereka mengatakan bahwa Islam adalah agama yang memicu kekerasan dan pada tahun 2003 prosentasi ini meningkat tajam menjadi 44%6.
Banyak variable yang bisa dikatakan mempengaruhi peningkatan tersebut, dan faktor pengaruh media pasti ada didalamnya. Sejak peristiwa 9/11 sampai dengan saat ini, hampir setiap hari ada pemberitaan ataupun pembahasan mengenai teroris, dan selalu dikaitkan dengan Islam.
Berbagai kejadian di setiap pelosok dunia diwartakan oleh media, baik itu media televisi, koran, majalah, internet, dan lain sebagainya. dan kenyataannya masyarakat memandang bahwa berita dimedia adalah sebuah kebenaran, dalam artian masyarakat umum cenderung menerimanya secara naif, menerima begitu saja berita-berita tersebut tanpa mempertanyakan ke-valid-an berita tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Crensaw, Martha. 2003. Origin of Terrorism, Tinjauan Psikologi, Ideologi, Teologi dan Sikap Mental.Murai Kencana : Jakarta.

M. Post, Jerrold. 2003. Origin of Terrorism, Tinjauan Psikologi, Ideologi, Teologi dan Sikap Mental.Murai Kencana : Jakarta.
http://cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=1096_0_3_0_M15. html. Diakses pada tanggal 31 Mei 2006.
http://lukman-nh.blogspot.com/2005/11/pengaruh-media-terhadap-kognisi-anak.html. Diakses pada tanggal 31 Mei 2006.

Catatan kaki :
1 Martha Crensaw. 2003. Origin of Terrorism, Tinjauan Psikologi, Ideologi, Teologi dan Sikap Mental. Murai Kencana : Jakarta, hal. 3.
2 Jerrold M. Post. 2003. Origin of Terrorism, Tinjauan Psikologi, Ideologi, Teologi dan Sikap Mental. Murai Kencana : Jakarta, hal. 27.
3 Ibid. hal. 27-28
4 http://cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=1096_0_3_0_M15. html. Diakses pada tanggal 31 Mei 2006
5http://lukman-nh.blogspot.com/2005/11/pengaruh-media-terhadap-kognisi-anak.html. Diakses pada tanggal 31 Mei 2006.
6ibid.

0 komentar:

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP