Minggu, 23 Mei 2010

Dari Jakarta Hingga Jalur Gaza

Oleh : Wen di Ramen
Begitu tajuk yang diangkat saat symposium internasional yang baru-baru ini dilaksanakan di kampus UI Depok, tepatnya hari Sabtu, 10 maret 2007. Acara semacam ini sudah terlaksana dua kali, sebelumnya di tempat yang sama tahun 2005. Dan antusiasme peserta serta pendukung acara cukup besar. Terbukti dari kapasitas ruangan yang disediakan panitia tidak mampu menampung seluruh peserta yang hadir.

Peserta yang hadir 2 kali lipat dari jumlah kursi yang tersedia. Peserta selain dari mahasiswa UI sendiri, juga di hadiri oleh sebagian besar siswa-siswi yang ada di jabodetabek. Juga dihadiri oleh LDK (Lembaga Dakwah Kampus) dari berbagai daerah yang tergabung dalam FSLDKN (Forum Slaturrahim Lembaga Dakwah Kampus Nasional), salah satunya LDK FKMKI (Forum Komunikasi Mushalla Dan Kerohanian Islam) Universitas Hasanuddin, Makassar. Adapun pengisi acara, selain pembicara Lokal (jakarta) yang berkapasitas nasional, juga dihadiri oleh dua orang aktifis HAMAS yang langsung didatangkan dari Palestina. Acara tambah semarak dengan tampilnya tim nasyd Izis. Gelora jihad melalui lirik-liriknya menambah semangat gelora jihad.
Namun, pertanyaan yang klasik tetap saja muncul dalam acara ini. Kenapa dengan Jakarta dan Jalur Gaza? Layakkah kita bicara tentang negeri orang sementara negeri kita sendiri sedang menghadapi banyak masalah? Lumpur Lapindo belum selesai, kapal Levina harus tenggelam, Adam Air yang entah dimana bangkainya, garuda yang terbakar, gempa di sumatra dan masalah-masalah lainnya. Dengan begitu banyak rentetan cobaan ini,kalau gak mau dibilang kutukan, adakah waktu untuk mikirin orang lain?
Kawan, hidup dan kehidupan ini tak pernah luput dari masalah. Setiap saat, setiap ruang dan waktu. Di rumah, di jalan, di kampus, di kantoran bahkan di meja makan, bener lho, kemarin harus ada yang ke rumah sakit karena tulang ikan nyangkut di lehernya. Sapa suruh makan ikan bolu. Setiap masalah datang satu persatu. Silih berganti. Inilah realitas hidup. Lantas apakah kita akan larut dalam masalah sehingga tidak mempunyai semangat hidup lagi, ataukah kita akan menikmati setiap masalah itu. Seandainya kita termasuk dalam katagori pertama tadi, maka sebenarnya kita sudah “mati”. Karena kita tidak mungkin mengerjakkan pekerjaan yang lain sebelum masalah yang satu selesai. Sementara utnuk menyelesaikan sebuah masalah membutuhkan waktu yang cukup lama. Bangget gitu loh. Dan jika kita termasuk orang yang kedua, maka kita adalah orang yang penuh dinamisasi yang menyelesaikan satu masalah tanpa meninggalkan masalah yang lain.
Nach, orang-orang yang hadir dalam acara tersebut, baik pelaksana ataupun pesertanya adalah orang yang termasuk katagori kedua tadi. Indonesia memang punya segudang masalah, benar. Palestina juga punya bergudang-gudang masalah adalah benar. Namun, masalah yang satu tidak menutup mata kita untuk melihat masalah yang lain. Sehingga penyelesaian masalah dapat dilakukan secara bersamaan.
Kenapa harus jakarta dan jalur gaza? Kedua kota ini adalah merupakan kota yang negaranya berpenduduk mayoritas islam. Yang pertama merupakan sebuah ibu kota yang memiliki masyarakat Islam terbesar di dunia. Yang kedua adalah merupakan tempat yang pernah menjadi arah kiblat umat Islam.
Jakarta (baca Indonesia) kini sedang menangis. Gaza (baca Palestina) pun sedang menangis. Kedua-duanya sedang menangis. Memiliki nasib yang sama walaupun substansi berbeda. Solidaritas itu harus terbangun dalam hati kita. Batas teritorial bukanlah menjadi penghalang bagi kita untuk peduli. Paham nasionalisme sempit harus segera dibongkar dari pemikiran kita. Bongkar rumah kalee. Bahwa nasionalisme kita adalah Aqidah. Sehingga dimanapun ia, asal aqidah sama, maka mereka juga menjadi kewajiban bagi kita untuk kita berikan perhatian yang sama dengan orang yang dekat dengan kita.

Apa dan bagaimana?
Kita harus tahu dan paham permasalahan palestina. Hal ini penting, karena ia merupakan kajian yang tak akan pernah usai dan selalu hot untuk terus diikuti. Terlebih lagi bagi yang menyandang predikat aktifis. Lantas apakah berhenti disitu. Ternyata tidak. Setelah tahu dan paham, maka yang harus menjadi tugas kita selanjutnya adalah melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk palestina dan memikirkan bagaimana cara kita melakukannya.
Dalam simposium ini, dr. Abdul Aziz Shaleh Abu Muammar dari Palestina (Aktifis Hamas) menjelaskan beberapa point penting yang bisa dilakukan oleh kita yang berada jauh dari Palestina. Pertama, pencerdasan terhadap masyarakat tentang Al-Quds dan Palestina. Ini penting. Karena pepatah lama tentu masih tetap berlaku, tak kenal maka tak sayang. Beliau merincikan metode teknis dalam rangka pencerdasan ini. Beberapa metode tersebut, antara lain :
Kita dapat membuat jadwal harian untuk menjelaskan tentang palestina pada setiap orang yang menjadi target kita. Fardiyah gitu loh.
Mendistribusikan brosur-brosur kepada masyarakat tentang Palestina dan perkembangannya, tentu dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
Karena masyarakat kita tidak semua seneng membaca tak terkeculai mahasiswa, maka kita bisa menyebarkan atau membagikan kaset-kaset yang bercerita tentang Palestina.
Kalaupun tetap ada yang ogah baca dan ngedengerin kaset, jangan putus asa, Banyak jalan menuju kampus. kita bisa puterin n bagiin film dalam bentuk VCD pada mereka. Gampangkan?
Peran yang sangat penting juga dalam pencerdasan ini adalah peran khatib shalat Jumat. Mengingat khutbah adalah dialog satu arah, sehingga dengan mudah kita dapat memasukkan informasi-informasi tentang palestina tanpa ada yang interupsi. Oleh sebab itu, kita bisa meminta kepada mereka untuk bicara dengan tema Palestina.
Kedua, selain pencerdasan dalam masalah kepahaman, juga harus dibangun kepekaan sosial pada masyarakat tentang Palestina, sehingga masyarakat dengan ikhlas bisa mneyumbangkan harta mereka untuk Palestina. Dalam hal ini, ada beberapa metode yang dirincikan oleh dr. Abdul Aziz Shaleh Abu Muammar, di antaranya :
Boikot produk yang tebukti membantu perekonomian zionis Israel.
Menyediakan celengan untuk membantu saudara kita di Palestina yang bisa disimpan di tempat yang mudah dijangkau oang banyak.
Mengedarkan kupon peduli Palestina yang jumlahnya beragam. Bisa kupon galibu (gerakan lima ribu), gasibu (gerakan sepuluh ribu) atau minimal kupon gelisah (gerakan lima ratus sajah).
Jualan kue ketika kita mengadakan kegiatan yang bertema tentang Palestina seperti Jual jalang kotek. Ini juga dalam rangka cinta produk dalam negeri.
Mengadakan seminar khusus dimana pesertanya terbatas untuk kalangan oarang-orang berduit, pemilik modal dan sejenisnya.
Melakukan kerjasama dengan orang-orang gajian agar setiap bulannya mau menginfakkan beberapa persen saja dari gaji mereka.
Membangun kerjasama dengan perusahaan seluler untuk membuat info palestina melalui SMS, dimana beberap persennya masuk untuk Palestina.
Meminta para pemilik modal atau pengusaha untuk bisa menanggung biaya hidup keluarga tertentu yang ada di Palestina. Kayak keularga angkat gitu.
Memberikan pencerdasan terhadap anak-anak kita, ciyeee nt belum nikah tau, jangan pake kata kita, dengan cara membuatkan celengan di rumah yang dapat diisi oleh anek-anak bagi yang sudah punya anak. Nah gitu dong.
Saat hari raya qurban, kita bisa mengirimkan biaya qurban ke Palestina.
Sebagai sebuah motivasi, ada seorang ibu tua di Palestina yang menyumbangkan kalungnya untuk perjuangan Palestina. Nah lho, orang palestina yang harus dibantu aja bisa ngebantu, gimana dengan kita. Asal tau aja ya, pas Tsunami Aceh lalu, orang Palestina juga nyumbang untuk Aceh. Malu dong kita!!!
Nah, itulah beberapa tips dari dr. Abdul Aziz Shaleh Abu Muammar. Pertanyaanya, sudahkah kita melakaukan salah satu dari beberapa point yang di atas, atau jangan2 berniat saja belum? Atau untuk mendoakan mereka saja kita malas?? Sebuah ironi yg besar.
Kawan, palestina tak sekedar butuh kata-kata, tapi palestina membutuhkan realsasi dari kata-kata kita. Salah satu point yang bisa kita lakukan sekarang adalah memboikot produk-produk yang terbukti memberikan kontribusi bagi perekonomian Israel. Karena dengan bantuan itulah Israel membeli senjata dan peluru yang kemudian dipake untuk menembaki anak-anak Palestina, membuat istri-isrti menjadi janda dan menjadikan anak-anak menjadi yatim pitu. Mari kita buktikan kalau kita peduli. Boikot sekarang juga!!!

0 komentar:

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP